Selasa, 28 Maret 2017

MAKALAH LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM



MAKALAH
Landasan Pengembangan Kurikulum

Makalah  ini disusun untuk Memenuhi tugas kelompok mata kuliah Pengembangan Kajian dan Pengembangan Kurikulum










D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
Kelompok 3
Juan Kaloh
Juniati Umboh
Yulia Pondean




JURUSAN PENDIDIKAN IPA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MANADO
2016


Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala Kasih dan Karunia-Nya telah mengizinkan kami untuk menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berjudul tentang “Landasan Pengembangan Kurikulum” sebagai bahan informasi serta dasar pengetahuan dan pendalaman materi Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Web. Kami berterima kasih pada Dr. T. M. Palapa, M.Pd selaku Dosen Penanggung Jawab mata kuliah Kajan dan Pengembangan.
Mengenai penjelasan lebih lanjut kami memaparkannya dalam bagian pembahasan makalah ini. Dengan harapan makalah ini dapat bermanfaat, maka kami sebagai penulis mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yan telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, namun demikian kami berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk semua kalangan khususnya para pendidik. Adapun kritik dansaran yang membangun akan kami terima.

Tondano,      Maret 2016


Kelompok III






















Kurikulum sebagai sebuah rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan yang kokoh dan kuat.
Landasan pengembangan kurikulum tidak hanya diperlukan bagi para penyusun kurikulum atau kurikulum tertulis yang sering disebut juga sebagai kurikulum ideal, akan tetapi terutama harus dipahami dan dijadikan dasar pertimbangan oleh para pelaksana kurikulum yaitu para pengawas pendidikan dan para guru serta pihak-pihak lain yang terkait dengan tugas-tugas pengelolaan pendidikan, sebagai bahan untuk dijadikan instrumen dalam melakukan pembinaan terhadap implementasi kurikulum di setiap jenjang pendidikan. Penyusunan dan pengembangan kurikulum tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Dibutuhkan berbagai landasan yang kuat agar mampu dijadikan dasar pijakan dalam melakukan proses penyelenggaraan pendidikan, sehingga dapat memfasilitasi tercapainya sasaran pendidikan dan pembelajaran secara lebih efektif dan efisien.

1.    Apa itu landasan Filsafat?
2.    Apa itu landasan Psikologis?
3.    Apa itu landasan Sosiologis?
4.    Apa itu landasan IPTEK?

1.    Untuk mengetahui apa itu landasan Filsafat.
2.    Untuk mengetahui apa itu Psikologis.
3.    Untuk mengetahui apa itu landasan Sosiologis.
4.    Untuk mengetahui apa itu lndasan IPTEK.




1.    Pengertian
Istilah filsafat berasal dari bahasa Inggris ‘phylosophy’ yang berarti cinta kebijaksanaan. Sedangkan secara opereasional, filsafat  mengandung dua pengertian, yaitu filsafat sebagai proses (berfilsafat) dan sebagai hasil berfilsafat (sistem teori atau pemikiran (Tim Dosen MKDP Landasan Pendidikan, 2011: 77-78).
Ada beberapa beberapa bentuk filsafat yang punya hubungan lebih erat dengan pendidikan yaitu :
·       Metafisika : yaitu filsafat yang membahas tentang segala yang di dalam alam ini.
·       Efistimologi: yaitu filsafat yang membahas tentang suatu kebenaran.
·       Oksiologi: yaitu filsafat yang membahas tentang nilaiFilsafat adalah merupakan sumber dari berbagai ilmu pengetahuan
·       Humanologi.
Filsafat membahas berbagai masalah yang dihadapi oleh manusia termasuk juga tentang masalah- masalah pendidikan dan filsafat juga merupakan aplikasi dari pemikiran – pemikiran filosof untuk memecahkan masalah- masalah pendidikan.Filsafat letak jantung pendidikan, hal ini menjelaskan bahwa kurikulum merespon banyak pertanyaan tentang bagaimana agar bisa lebih baik. Philosophy lies at the heart of educational endeavor, this is perhaps more evedent in curriculum is a response to the questionof how to live good life (John Dewey: 1916).
Landasan filosofis memberikan arah pada semua keputusan dan tindakan manusia, karena filsafat merupakan pandangan hidup, orang, masyarakat, dan bangsa. Dalam pengembangan kurikulum senantiasa berpijak pada aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan.
Landasan filosofis tidak akan lepas pengembangan kurikulum, untuk mencari sebuah solusi dalam menghadapi tantangan di masa yang akan datang. Dengan landasan filosofis suatu kurikulum akan lebih mudah di kembangkan
2.    Manfaat Filsafat Pendidikan
Menurut Nasution (1982) ada beberapa manfaat filsafat pendidikan, yaitu:
a.     Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak melalui pendidikan di sekolah.
b.     Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai.
c.     Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan.
d.     Tujuan pendidikan memungkinkan si pendidik menilai usahanya, hingga manakah tujuan itu tercapai.
e.     Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi kegiatan-kegiatan pendidikan.

3.    Filsafat dan Tujuan Pendidikan
Pandangan-pandangan filsafat  sangat dibutuhkan dalam pendidikan,  terutama dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan.  Filsafat akan menentukan arah ke mana peserta didik akan dibawa. Untuk itu harus ada kejelasan tentang pandangan hidup manusia atau tentang hidup dan eksistensinya.Filsafat  atau pandangan hidup  yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu atau bahkan yang dianut oleh perorangan akan sangat mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Sedangkan tujuan pendidikan sendiri pada dasarnya merupakan rumusan yang komprehensif mengenai apa yang seharusnya dicapai.
Sistem nilai atau filsafat yang dianut oleh suatu komunitas akan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan rumusan tujuan pendidikan yang dihasilkannya. Dengan kata lain, filsafat suatu negara tidak bisa dipungkiri akan mempengaruhi tujuan pendidikan di negara tersebut. Oleh karena itu, tujuan pendidikan di suatu negara akan berbeda dengan tujuan pendidikan di negara lainnya, sebagai implikasi dari adanya perbedaan filsafat yang dianutnya.
Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia bersumber pada pandangan  hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara  yaitu Pancasila.  Ini berarti bahwa pendidikan di Indonesia harus membawa peserta didik agar menjadi manusia yang ber-Pancasila. Dengan kata lain, landasan dan arah yang ingin diwujudkan oleh pendidikan di Indonesia adalah yang sesuai dengan kandungan falsafah Pancasila itu  sendiri.
Nilai-nilai filsafat Pancasila yang dianut bangsa Indonesia dicerminkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional seperti tertuang  dalam UU  No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional , yaitu: Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 2 dan 3). Dalam rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut, tersurat dan tersirat nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan Pancasila.

4.    Kurikulum dan Filsafat Pendidikan
Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan.  Karena tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa, maka kurikulum yang dikembangkan juga  harus mencerminkan falsafah  atau  pandangan hidup yang dianut oleh bangsa tersebut. Oleh karena itu, terdapat hubungan yang sangat erat antara kurikulum pendidikan di suatu negara dengan filsafat negara  yang dianutnya.

5.    Aliran dan Filsafat Pendidikan
Menurut Redja Mudyahardjo (1989) terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya, dan pendidikan di Indonesia pada khususnya, yaitu: Idealisme, Realisme, dan Pragmatisme. Redja Mudyahardjo (2001) merangkum konsep-konsep ketiga aliran filsafat tersebut dan implikasinya   terhadap pendidikan sebagai berikut:
a.     Idealisme
1)   Konsep-konsep Filsafat
a)      Metafisika (hakikat realitas): Realitas atau kenyataan yang sebenarnya bersifat spititual atau rohaniah.
b)      Humanologi (hakikat manusia): Jiwa dikaruniai kemampuan berpikir/rasional.  Kemampuan berpikir menyebabkan adanya kemampuan memilih.
c)      Epistemologi (hakikat  pengetahuan): Pengetahuan yang benar diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali melalui berpikir. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh beberapa orang yang mempunyai  akal pikiran yang cemerlang; sebagian besar manusia hanya sampai pada tingkat pendapat.
d)      Aksiologi (hakikat  nilai): Kehidupan manusia diatur oleh kewajiban moral yang diturunkan dari pandangan tentang kenyataan atau metafisika. Hakikat nilai bersifat absolut/mutlak.


2)   Konsep-konsep Pendidikan
a)    Tujuan  pendidikan: Tujuan-tujuan pendidikan formal dan informal, pertama-tama adalah pembentukan karakter, dan kemudian tertuju pada pengembangan bakat dan kebajikan sosial.
b)   Isi pendidikan: Pengembangan kemampuan  berpikir melalui pendidikan liberal atau pendidikan umum, penyiapan keterampilan bekerja sesuatu mata pencaharian melalui pendidikan praktis.
c)    Metode  pendidikan: Metode pendidikan yang disusun adalah metode dialektik/dialogik, meskipun demikian setiap metode yang efektif mendorong belajar data diterima (eklektif). Cnderung mengabaikan dasar-dasar fisiologis dalam belajar.
d)   Peranan  peserta didik dan  pendidik: Peserta didik  bebas mengembangkan bakat dan kepribadiannya. Pendidik bekerja sama dengan alam dalam proses pengembangan kemampuan ilmiah. Tugas utama pendidik adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik dapat belajar secara efisien dan efektif.

b.     Realisme
1)   Konsep-konsep Filsafat
a)      Metafisika (hakikat realitas): Realitas atau kenyataan yang sebenarnya bersifat fisik atau materi.
b)      Humanologi (hakikat  manusia): Hakikat manusia terletak pada apa yang dapat dikerjakannya. Jiwa merupakan sebuah organisme yang sangat kompleks yang mempunyai kemampuan berpikir. Manusia mungkin mempunyai kebebasan atau tidak mempunyai kebebasan.
c)      Epistemologi (hakikat pengetahuan): Pengetahuan diperoleh melalui penginderaan dengan menggunakan pikiran. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan memeriksa kesesuaiannya dengan fakta. Aksiologi (hakikat nilai): Tingkah laku manusia diatur oleh hukum alam yang diperoleh melalui ilmu; dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat yang telah teruji dalam kehidupan.


2)   Konsep-konsep Pendidikan
a.       Tujuan  pendidikan: Tujuan pendidikan adalah dapatmenyesuaikan diri secara tepat dalam hidup dan dapat melaksanakan tanggung jawab social
b.      Isi pendidikan: Isi pendidikan adalah kurikulum komprehensif yang berisi semua pengetahuan yang berguna bagi penyesuaian diri dalam hidup dan tanggung jawab sosial. Kurikulum berisi unsure-unsur pendidikan liberal/pendidikan umum untuk mengembangkan kemmapuan berpikir, dan pendidikan praktis untuk kepentingan bekerja.
c.       Metode pendidikan didasarkan pada pengalaman langsung maupu tidak langsung. Metode mengajar hendaknya bersifat logis, bertahap atau berurutan. Pembiasaan merupakan sebuah metode pokok yang dipergunakan oleh penganut realism.
d.      Peranan peserta  didik dan  pendidik: Dalam hubungannya dengan pembelajaran, peranan peserta didik adalah menguasai pengetahuan yang dapat berubah-ubah. Peserta didik perlu mempunyai disiplin mental dan moral untuk setiap tingkat kebajikan. Peranan pendidik  adalah menguasai pengetahuan, terampil  dan  teknik mendidik, dan memiliki  kewenangan untuk mencapai hasil pendidikan yang dibebankan kepadanya.
e.       Pragmatisme

·      Konsep-konsep Filsafat
a.    Metafisika (hakikat  realitas): Suatu teori umum tentang kenyataan tidak mungkin dan tidak perlu. Kenyataan yang sebenarnya adalah kenyataan fisik. Segala sesuatu dalam alam dan kehidupan adalah berubah (becoming).
b.    Humanologi (hakikat  manusia): Manusia adalah hasil evolusi  biologis, psikologis dan sosial. Ini berarti setiap manusia tumbuh secara berangsur-angsur mencapai kemampuan-kemampuan biologis, psikologis, dan sosial.
c.    Epistemologi (hakikat  pengetahuan): Pengetahuan bersifat relatif dan terus berkembang. Pengetahuan yang benar adalah yang ternyata berguna bagi kehidupan.
d.    Aksiologi (hakikat  nilai): Ukuran tingkah laku perorangan dan sosial ditentukan secara eksperimental dalam pengalaman-pengalaman hidup. Ini  berarti tidak ada nilai yang absolut.

·      Konsep-konsep Pendidikan
a.    Tujuan pendidikan: Tujuan pendidikan adalah memperoleh pengalaman yang berguna untuk memecahkan masalah-masalah baru dalam kehidupan perorangan dan masyarakat. Tujuan pendidikan tidak ditentukan dari luar kegiatan pendidikan tetapi terdapat dalam setiap proses pendidikan. Dengan demikian tujuan pendidikan adalah pertumbuhan sepanjang hidup.
b.    Isi pendidikan: Isi pendidikan adalah kurikulum berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji serta  minat-minat dan kebutuhan-kebutuhan anak, dan pendidikan liberal yang menghilangkan pemisahan antara pndidikan umum dengan pendidikan praktis/vokasional.
c.    Metode pendidikan: Berpikir reflektif atau metode pemecahan masalah merupakan metode utamanya, terdiri atas langkah-langkah: Penyadaran suatu masalah, observasi kondisi-kondisi yang ada, perumusan dan elaborasi tentang suatu kesimpulan,  Pengetesan melalui suatu eksperimen.
Peranan peserta didik dan pendidik: Peserta didik adalah sebuah organisme  yang rumit  yang mampu tumbuh.Peranan  pendidik adalah mengawasi dan membimbing pengalaman belajar tanpa terlampau banyak mencampuri urusan minat dan kebutuhan peserta didik.

Penerapan landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum, tiada lain agar upaya pendidikan yang dilakukan dapat menyesuaikan dari segi materi atau bahan yang harus disampaikan, penyesuaian dari segi proses penyampaian atau pembelajarannya, dan penyesuaian dari unsur-unsur upaya pendidikan lainnya.
1.    Perkembangan Peserta Didik dan Kurikulum
Anak sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikan-keunikan, seperti pernyataan dirinya dalam bentuk tangisan atau gerakan-gerakan tertentu. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebenarnya sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Bagi aliran yang sangat percaya dengan kondisi tersebut sering menganggap anak sebagai orang dewasa dalam bentuk kecil. J.J.Rousseau, seorang ahli pendidikan bangsa Perancis, termasuk yang fanatik berpandangan seperti itu. Dewasa dalam bentuk kecil mengandung makna bahwa anak itu belum sepenuhya memiliki potensi yang diperlukan bagi penyesuaian diri terhadap lingkungannya, ia masih memerlukan bantuan untuk berkembang ke arah kedewasaan yang sempurna Rousseau memberi tekanan kepada kebebasan berkembang secara mulus menjadi orang dewasa yang diharapkan.
Pendapat lain mengatakan bahwa perkembangan anak itu adalah hasil dari pengaruh lingkungan. Anak dianggap sebagai kertas putih, di mana orang-orang di sekelilingnya dapat bebas menulis kertas tersebut. Pandangan ini bertentangan dengan pandangan di atas, di mana justru aspek-aspek di luar anak/lingkungannya lebih banyak mempengaruhi perkembangan anak menjadi individu yang dewasa. Pandangan ini sering disebut teori Tabularasa dengan tokohnya yaitu John Locke.
Selain kedua pandangan tersebut, terdapat pandangan yang menyebutkan bahwa perkembangan anak itu merupakan hasil perpaduan antara pembawaan dan lingkungan. Aliran ini mengakui akan kodrat manusia yang memiliki potensi sejak lahir, namun potensi ini akan berkembang menjadi baik dan sempurna berkat pengaruh lingkungan. Aliran ini disebut aliran konvergensi dengan tokohnya yaitu William Stern. Pandangan yang terakhir ini dikembangkan lagi oleh Havighurst dengan teorinya tentang tugas-tugas perkembangan (developmental tasks). Tugas-tugas perkembangan yang dimaksud adalah tugas yang secara nyata harus dipenuhi oleh setiap anak/individu sesuai dengan taraf/tingkat perkembangan yang dituntut oleh lingkungannya. Apabila tugas-tugas itu tidak terpenuhi, maka pada taraf perkembangan berikutnya anak/individu tersebut akan mengalami masalah.
Melalui tugas-tugas ini, anak akan berkembang dengan baik dan beroperasi secara kumulatif dari yang sederhana menuju ke arah yang lebih kompleks. Namun demikian, objek penelitian yang dilakukan oleh Havighurst adalah anak-anak Amerika, jadi kebenarannya masih perlu diteliti dan dikaji dengan cermat disesuaikan dengan anak-anak Indonesia yang memiliki kondisi lingkungan yang berbeda. Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan disamping persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum yaitu :
1)   Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan kebutuhannya.
2)   Di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib dipelajari setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak.
3)   Kurikulum disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik. Bagi anak yang berbakat di bidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.
4)   Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak terhadap proses pembelajaran (actual curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut :
1)   Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat kepada perubahan tingkah laku peserta didik.
2)   Bahan/materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak.
3)   Strategi belajar mengajar yang digunakan harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
4)   Media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat anak.
5)   Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyekuruh dan berkesinambungan dari satu tahap ke tahap yang lainnya dan dijalankan secara terus menerus.

2.    Psikologi Belajar dan Kurikulum
Psikologi belajar merupakan suatu cabang bagaimana individu belajar. Belajar bisa diartikan sebagai perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Segala perubahan perilaku baik yang berbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotor dan terjadi karena prosespengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar. Perubahan-perubahan perilaku yang terjadi secara insting atau terjadi karena kematangan, atau perilaku yang terjadi secara kebetulan, tidak termasuk belajar. Mengetahui tentang psikologi/teori belajar merupakan bekal bagi para guru dalam tugas pokoknya yaitu pembelajaran anak.
Psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga rumpun, yaitu : Teori Disiplin Mental atau Teori Daya (Faculty Theory), Behaviorisme, dan Organismik atau kognitif Gestalt Field.
1)   Menurut Teori Daya (Disiplin Mental)
Menurut teori ini, sejak kelahirannya anak/individu telah memiliki otensi-potensi atau daya-daya tertentu (faculties) yang masing-masing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya mengingat, daya berfikir, daya mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya memecahkan masalah, dan daya-daya lainnya. Daya-daya tersebut dapat dilatih agar dapat berfungsi dengan baik. Daya-daya yang telah terlatih dapat dipindahkan dalam pembentukan daya-daya lain. Pemindahan (transfer) ini mutlak dilakukan melalui latihan (drill), karena itu pengertian mengajar menurut teori ini adalah melatih peserta didik dalam daya-daya itu, cara mempelajarinya pada umumnya melalui hapalan dan latihan.
2)   Teori Behaviorisme
Rumpun teori ini mencakup tiga teori, yaitu koneksionisme atau teori asosiasi, teori kondisioning, dan teori reinforcement (operant conditioning). Behaviorisme berangkat dari asumsi bahwa individu tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu ditentukan oleh lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat). Teori ini tidak mengakui sesuatu yang sifatnya mental, perkembangan anak menyangkut hal-hal nyata yang dapat dilihat dan diamati. Teori Asosiasi adalah teori yang awal dari rumpun Behaviorisme. Menurut teori ini kehidupan tunduk kepada hokum stimulus-respon atau aksi-reaksi. Belajar merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus-respon sebanyak-banyaknya.
3)   Teori Organismik (Gestalt)
Teori ini mengacu pada pengertian bahwa keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai makhluk organism yang melakukan hubungan timbale balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon. Menurut teori ini, Stimulus yang hadir itu diseleksi menurut tujuannya, kemudian individu melakukan interaksi dengannya dan seterusnya terjadi perbuatan belajar. Disini peran guru adalah sebagai pembimbing bukan penyampai pengetahuan, siswa berperan sebagai pengelola bahan pelajaran.
Belajar menurut teori ini bukanlah menghapal akan tetapi memecahkan masalah, dan metoda belajar yang dipakai adalah metoda ilmiah dengan cara anak dihadapkan pada berbagai permasalahan, merumuskan hipotesis atau praduga, mengumpulkan data yang diperlukan untuk memecahkan masalah, menguji hipotesis yang telah dirumuskan, dan pada akhirnya para siswa dibimbing untuk menarik kesimpulan-kesimpulan. Teori ini banyak mempengaruhi praktek pengajaran di sekolah karena memiliki prinsip sebagai berikut :
·      Belajar berdasarkan keseluruhan
·      Belajar adalah pembentukan kepribadian
·      Belajar berkat pemahaman
·      Belajar berdasarkan Pengalaman
·      Belajar adalah suatu proses perkembangan
·      Belajar adalah proses berkelanjutan
Landasan sosiologis pengembangan kuikulum adalah asumsi – asumsi yang berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Perkembangan kurikulum harus mengacu pada landasan sosiologis dikarenakan anak-anak yang berasal dari masyarakat mendapatkan pendidikan baik formal, informal, maupun non foral dalam lingkungan masyarakat, dan diarahkan agar mampu terjun dalam kehidupan bermasyarakat. Karena itu kehidupan masyarakat dan budaya dengan segala karakterisasinya harus menjadi landasan dan titik tolak dalam melaksanakan pendidikan.
Apabila dipandang dari sosiologinya, pendidikan adalah suatu proses mempersiapkan individu agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan, pendidikan adalah proses sosialisasi, dan berdasarkan pandangan antrofologi , pendidikan adalah ‘enkulturasi’atau pembudayaan. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (1997:58) bahwa ‘Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang lain dan asing terhadap masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu, mengerti, dan mampu membangun masyarakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik kekayaan, dan perkembangan masyarakat tersebut’ . kurikulum harus mampu memfasilitasi peserta didik agar mereka mampu bekerja sama, berinteraksi, menyesuaikan diri dengan kehidupan di masyarakat dan mampu meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk yang berbudaya.
1.    Masyarakat Dan Kurikulum
Masyarakat adalah suatu kelompok individu yang diorganisasikan sendiri ke dalam kelompok-kelompok yang berbeda, atau suatu kelompok individu yang terorganisir yang berpikir tentang dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya. Setiap masyarakat memiliki kebudayaannya sendiri-sendiri sehingga yang membedakan satu sama lainnya adalah kebudayaan. Hal ini mempunyai implikasi bahwa apa yang terjadi keyakinan pemikiran seseorang. Dan reaksi seseorang terhadap lingkungannya sangat tergantung kepada kebudayaa dimana ia hidup.
Menurut Daud Yususf (1982), terdapat tiga sumber nilai yang ada dalam masyarakat untuk dikembangkan melalui proses pendidikan, yaitu (1) logika adalah aspek pengetahuan dan penalaran, (2) estetika yang berkaitan dengan aspek emosi atau perasaan, dan (3) etika yang berkaitan dengan aspek nilai. Ilmu pengetahuan dan kebudayaan adalah nilai-nilai yang bersumber pada logika (pikiran). Sebgai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada hakikatnya adalah hasil kebudayaan manusia, maka kehidupan manusia semakin luas, semakin meningkat sehingga tuntutan hidup pun semakin tinggi.
Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan hidup ini sehingga dapat mempersiapkan anak didik untuk hidup wajar sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat dan dalam konteks ini kurikulum harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan tersebut dengan memenuhi dari segi kurikulum, segi pendekatan dan strategi pelaksanaannya, oelh karena itu guru sebagai pembina dan pelaksana kurikulum dituntut lebih peka mengantisipasi perkembangan masyarakat, agar apa yang diberikan kepada siswa relevan dan berguna bagi kehidupan siswa di masyarakat.
Penerapan teori, prinsip, hukum dan konsep-konsep yang terdapat dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum harus disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa lebih bermakna dalma hidupnya. Tyler (1946), Taba (1963), Tanner dan Tanner (1984) menyatakan bahwa tuntutan masyarakat adalah salah satu dasar dalam pengembangan kurikulum. Calhoun, Light, dan Keller (1997) memaparkan tujuan fungsi sosial pendidikan, yaitu :
a.    Mengajar keterampilan
b.    Mentransmisikan budaya
c.    Mendorong adaptasi lingkungan
d.    Membentuk kedisiplinan
e.    Mendorong bekerja berkelompok
f.     Meningkatkan perilaku etika, dan
g.    Memilih bakat dan memberi penghargaan prestasi
Perubahan sosial budaya, perkembangan ilu pengetahuan dan teknologi dalam suatu masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung akan mengubah kebutuhan masyarakat. Kebutuhan masyarakat juga dipengaruhi oleh kondisi masyarakat itu sendiri. Masyarakat kota berbeda dengan masyarakat desa, masyarakat tradisional berbeda dengan masyarakat modern. Karena itu sangatlah penting memperhatikan faktor karakteristik masyarakat dalam pengembangan kurikulum. Perkembangan masyarakat dipengaruhi oleh falsafah hidup, nilai-nilai IPTEK, dan kebutuhan yang ada dalam masyarakat. Perkembangan masyarakat menuntut tersedianya proses pendidikan yang relevan dan agar tercipta proses pendidikan yang sesuai diperlukan kurikulum yang landasan pengembangannya memperhatikan faktor perkembangan masyarakat.

2.    Kebudayaan Dan Kurikulum
Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan ide atau gagasan, cita-cita, pengetahuan, kepercayaan, cara berpikir, kesenian, dan nnilai yang telah disepakati oleh masyarakat. Daoed Yusuf (1981) mendefinisikan kebudayaan sebagai segenap perwujuda dan keseluruhan hasil pikiran (logika), kemauan (etika) serta perasaan (estetika) manusia dalam rangka perkembangan kepribadian mansia, perkembangan hubungan dengan manusia, hubungna manusia dengan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Kebudayaan diwujudkan dalam tiga gejala :
1.    Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan lain-lain. Wujud kebudayaan ini bersifat abstrak yang erada dalam alam pikiran manusia dan warga masyarakat di tempat kebudayaan itu berada
2.    Kegiatan, yaitu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat dan disebut sistem sosial, dimana aktivitas mausia bersifat konkrit, bisa dilihat, dan diobservasi. Tindakan berpola manusia tetu didasarkan oleh wujud kebudayaan yang pertama. Artinya, sistem sosial dalam bentuk aktivitas manusia yang merupakan refleksi dari ide, konsep, gagasan, nilai, dan norma yang telah dimilikinya
3.    Benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan yang ketiga ini ialah seluruh fisik perbuatan atau hasil karya manusia di masyarakat. Oleh karena itu wujud kebudayaan yang ketida ini adalah produk dari wujud kebudayaan yang pertama dan kedua

Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan pertimbangan :
1.    Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya. Dan hal tersebut dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar, dan sekolah/lembaga pendidikan. Maka sekolah/lembaga pendidikan mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada para peserta didik dengan salah satu alat yang disebut kurikulum
2.    Kurikulum pada dasarnya harus mengakomodasi aspek-aspek sosial dan budaya. Aspek sosiologis adalah yang berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yang sangat beragam, seprti masyarakat industri, pertanian, nelayan, dan sebagainya. Pendidikan di sekolah pada dasarnya bertujuan mendidik anggota masyarakat agar dapat hidup berintegrasi, berinteraksi dan beradaptasi dengan anggota masyarakat lainnya serta meningkatkan kualitas hidupnya sebagai makhluk berbudaya. Hal ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan harus bermuatan kebudayaan yang bersifat umum seperti : nilai-nilai, sikap-sikap, pengetahuan, dan kecakapan.
Pendidikan beruatan kebudayaan khusus untuk aspek-aspek kehidupan tertentu dan berkenaan dengan kelompok yang sifatnya vokasional.
Indonesia memiliki ciri khas mengenai adat istiadat yang beragam dari setiap wilayahnya. Keanekaragaman tersebut bukan hanya dalam kebudayaan tetapi juga kondisi alam dan lingkungan sosialnya dan hal tersebut harus dilestarikan dan dikembnagkan melalui upaya pendidikan. Dari kenyataan tersebut, maka pengembangan kuruikulum sekolah mengakomodasi unsur-unsur lingkungan yang menjadi dasar dala menetapkan materi kurikulum muatan lokal. Dan gagasan pemerintah untuk melestarikan pengembangan kurikulum muatan lokal tersebut dimulai pada sekolah dasar, telah diwujudkan dalam keputusan Menter Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0412/U/1987 Tanggal 11 Juli 1987 tentang Penerapan Muatan Lokal Sekolah Dasar kemudian disusul dengan penjabaran pelaksanaannya dalam keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah No. 173/C/Kep/M/1987 Tanggal 7 Oktober 1987. Mnedikbud menyatakan : ‘Dalam hal ini harus diingat bahwa adanya muatan lokal dalam kurikulum bukan bertujuan agar anak terjerat dalam lingkungannya semata-mata. Semua anak berhak mendapatkan kesempatan guna lebih terlibat dalam mobilitas yang melampaui batas lingkungannya sendiri’ 9Umar Tirtarahardja dan Ia Sula, 2000:274).
Muatan lokal adalah pendidikan yang isi dan media penyapaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah. Yang dimaksud isi adalah materi pelajaran atau bahan ajar yang dipilih dari lingkungan dan dijadikan program untuk dipelajari siswa di bawah bimbingan guru. Media penyampaian adalah metode dan berbagai alat bantu pembelajaran yang digunakan dalam menyajikan isi muatan lokal yang diambil dari menggunakan sumber lingkungan yang dekat dengan kehidupan peserta didik.
Contoh kurikulum muatan lokal yang saat ini sudah dilaksanakan di sebagian besar sekolah adalah mata pelajaran keterampilan, kesenian, dan bahasa daerah.
Tujuan pengembangan kurikulum muatan lokal dapat dilihat dari kepentingan nasional dan kepentingan peserta didik. Dalam hubungannya dengan kepentingan nasional muatan lokal bertujuan :
a.    Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan yang khas daerah.
b.    Mengubah nilai dan sikap masyarakat terhadap lingkungan ke arah yang positif.
Jika dillihat dari sudut kepentingan peserta didik pengembangan kurikulum uatan lokal bertujuan :
a.    Meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap lingkungannya (lingkungan alam, sosial, dan budaya).
b.    Mengakrabkan peserta didik dengan lingkungannya sehingga mereka tidak asing dengan lingkungannya.
c.    Menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari untuk memecahkan masalah yang ditemukan di lingkungan sekitarnya.
D.     
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa manusia pada masa yang berbeda dengan masa sebelumnya, bahkan masa yang tidak pernah terbayangkan di masa lalu. Munculnya hasil-hasil teknologi seperti hasil teknologi transportasi, yang bukan hanya menyebabkan manusia bisa menjelajah dunia, bahkan hingga luar angkasa. Demikian juga kemajuan dalam teknologi informasi dan komunikasi, yang memungkinkan manusia untuk mengetahui informasi dari berbagai belahan dunia dalam waktu singkat. Namun demikian, kemajuan tersebut tidak hanya memunculkan dampak positif, bersamaan dengan itu muncul pula berbagai dampak negatif kemajuan teknologi yang sering membuat cemas.
Munculnya permasalahan-permasalahan tersebut menyebabkan tugas-tugas pendidikan yang diemban sekolah menjadi kian kompleks. Tugas sekolah menjadi semakin berat, dan kadang-kadang tidak mampu lagi melaksanakan semua tuntutan masyarakat. Bahkan seiring dengan kemajuan zaman, tugas-tugas yang dahulu bukan menjadi tanggung jawab sekolah kini menjadi tugas sekolah. Sekolah tidak hanya bertugas menanamkan dan mewariskan ilmu pengetahuan, tetapi juga harus memberi keterampilan, juga harus menanamkan budi pekerti dan nilai-nilai.
Dengan tugas dan tanggung pendidikan yang demikian berat, kurikulum sebagai alat pendidikan, harus selalu diperbarui menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi baik isi maupun prosesnya, mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian cepat. Pendidikan merupakan usaha menyiapkan anak didik agar siap menghadapi lingkungan yang senantiasa mengalami perubahan. Kita maklumi bersama bahwa perubahan tersebut berjalan dengan pesat. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan, serta membekali anak didik dengan ilmu pengetahuan guna perannya di masa datang. Sementara itu teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan ilmiah dan ilmu-ilmu lainnya untuk memecahkan masalah-maslaah praktis. Dengan demikian Ilmu dan teknologi tidak bisa dipisahkan. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang teramat pesat seiring lajunya perkembangan masyarakat.
IPTEK dimiliki seluruh bangsa, dan senantiasa berkembang mengikuti perkembangan masyarakatnya. Perkembangan IPTEK memiliki pengaruh yang cukup luas, meliputi segala bidang kehidupan. Dalam bidang pendidikan, perkembangan teknologi industri mempunyai hubungan timbal balik dengan pendidikan. Industri dengan teknologi maju memroduksi berbagai macam alat-alat dan bahan yang secara langsung atau tidak langsung dibutuhkan dalam pendidikan. Sebaliknya kegiatan pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunakan alat-alat yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan program pendidikan, apalagi di saat perkembangan produk teknologi komunikasi yang semakin canggih, tentu menuntut pengetahuan dan keterampilan yang perlu dikuasai oleh anak didik untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan program yang harus dilaluinya.
Mengingat pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan, di sisi lain perubahan masyarakat termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan teknologi yang semakin pesat, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan IPTEK.
Perhatian terhadap IPTEK sebagai landasan kurikulum, secara langsung adalah dengan menjadikannya isi/materi pendidikan. Sedangkan secara tidak langsung memberikan kepada pendidikan untuk membekali masyarakat dengan kemampuan untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi guna menyelesaikan persoalan hidupnya. Khususnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan. Pendidikan pada dasarnya adalah bersifat normatif, dengan demikian perubahan nilai-nilai yang diakibatkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi perlu diarahkan agar bisa menuju pada perubahan yang bersifat positif. Oleh karena itu pengembangan kurikulum harus senantiasa menjadikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasannya, sehingga menghasilkan kurikulum yang memiliki kekuatan, dan juga bisa mengembangkan dan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi demi lebih memajukan peradaban manusia. Para pengembang kurikulum, termasuk di dalamnya guru-guru, harus memahami perubahan tersebut, agar isi dan strategi yang dikembangkan dalam kurikulum tidak menjadi usang, atau ketinggalan zaman.



Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang strategis, karena seluruh kegiatan pendidikan bermuara kepada kurikulum. Begitu pentingnya kurikulum sebagaimana sentra kegiatan pendidikan, maka didalam penyusunannya memerlukan landasan atau fondasi yang kuat, melalui pemikiran dan penelitian secara mendalam
Dari setiap landasan pengembangan kurikulum yang telah dibahas dalam makalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa begitu pentingnya suatu landasan dalam sebuah kurikulum, karena kurikulum adalah sebuah rencana pendidikan, diperlukan landasan yang sangat akurat. Agar nantinya bisa membantu dalam pengembangan dan kemajuan proses pendidikan serta tujuan pendidikan yang sebenarnya.
Oleh karena itu landasan yang digunakan untuk mengembangkankan kurikulum harus dicari dengan seleksi yang ketat agar menghasilkan landasan yang kuat dan tepat. Pemahaman dan cara implementasi yang tepat adalah awal yang baik untuk menajalankan kurikulum. Karena kerugian   pendidikan sangat besar jika kurikulum tersebut tidak dilakukan dengan baik. Peran kurikulum ini sangat berpengaruh, jadi dibutuhkan landasan yang kokoh dan kuat serta implementasinya yang tepat.

Sebaiknya peserta didik diberi informasi mengenai landasan-landasan dalam pengembangan kurikulum. Landasan-landasan kurikulum ini sangat penting dalam pengembangan kurikulum karena tanpa landasan-landasan tersebut isi kurikulum akan kurang relevan jika dikaitkan dengan kehidupan nyata. Peserta didik jangan diberikan bentuk kurikulum saja namun harus mengetahui isi kurikulum, landasan-landasan pengembangan kurikulum serta komponen-komponen kurikulum yang sesungguhnya akan sangat berguna bagi peserta didik dalam kehidupan bermasyarakat atau kehidupannya yang nyata kelak.



Musthofa, Zaeni. 2012. Landasan IPTEK Pengembangan Kurikulum. [Online]. Tersedia: http://willzen.blogspot.com/2012/01/landasan-iptek-pengembangan-kurikulum.html ( 25 Februari 2013).
Prasetya, Sukma Perdana. 2012. Landasan Kurikulum. [Online]. Tersedia: http://geo.fis.unesa.ac.id/web/index.php/en/kajian-kurikulum/108-landasan-kurikulum ( 25 Februari 2013).
Mukrima, Syifa. (2012). Landasan Pengembangan Kurikulum. [Online]. Tersedia: http://www.slideshare.net/SyifaMukrimaa/landasan-pengembangan-kurikulum-15129959  (7 Pebruari 2013)
Rudi, Fedelis. (2013). Landasan Sosiologi, Ilmu Pengetahuan Dan teknologi Dalam Pengembangan Kurikulum. [Online]. Tersedia: http://fedelisrudi.blogspot.com/2013/01/landasan-sosiologis-ilmu-pengetahuan.html (7 Pebruari 2013)
Masitoh. (2012). Landasan Kurikulum. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/browse.php?dir=Direktori/FIP/JUR._KURIKULUM_DAN_TEK._PENDIDIKAN/194806261980112-MASITOH/ (7 Pebruari 2013)

Makalah Pengembangan Objek Ajar Vidio , Animasi & Dokumen Khusus

MAKALAH PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS WEB “Objek Ajar Vidio, Animasi dan Dokumen Khusus” ...