



MAKALAH
“Landasan Pengembangan
Kurikulum
”
Makalah ini disusun untuk Memenuhi tugas kelompok
mata kuliah Pengembangan Kajian dan Pengembangan
Kurikulum

D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
Kelompok 3
Juan Kaloh
Juniati Umboh
Yulia Pondean
JURUSAN PENDIDIKAN IPA
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MANADO
2016
Puji dan Syukur kami
panjatkan ke Hadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala Kasih dan Karunia-Nya
telah mengizinkan kami untuk menyelesaikan makalah ini. Makalah ini berjudul tentang
“Landasan Pengembangan Kurikulum” sebagai bahan informasi serta dasar
pengetahuan dan pendalaman materi Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Web. Kami
berterima kasih pada Dr. T.
M. Palapa, M.Pd
selaku Dosen Penanggung Jawab mata kuliah Kajan dan Pengembangan.
Mengenai penjelasan lebih lanjut kami memaparkannya
dalam bagian pembahasan makalah ini. Dengan harapan makalah ini dapat
bermanfaat, maka kami sebagai penulis mengucapakan terima kasih kepada semua
pihak yan telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, namun demikian kami
berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk semua kalangan khususnya para
pendidik. Adapun kritik dansaran yang membangun akan kami terima.
Tondano, Maret 2016
Kelompok
III
Kurikulum
sebagai sebuah rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis
dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum
di dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam
penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan yang kokoh
dan kuat.
Landasan
pengembangan kurikulum tidak hanya diperlukan bagi para penyusun kurikulum atau
kurikulum tertulis yang sering disebut juga sebagai kurikulum ideal, akan
tetapi terutama harus dipahami dan dijadikan dasar pertimbangan oleh para
pelaksana kurikulum yaitu para pengawas pendidikan dan para guru serta
pihak-pihak lain yang terkait dengan tugas-tugas pengelolaan pendidikan,
sebagai bahan untuk dijadikan instrumen dalam melakukan pembinaan terhadap
implementasi kurikulum di setiap jenjang pendidikan. Penyusunan dan
pengembangan kurikulum tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Dibutuhkan
berbagai landasan yang kuat agar mampu dijadikan dasar pijakan dalam melakukan
proses penyelenggaraan pendidikan, sehingga dapat memfasilitasi tercapainya
sasaran pendidikan dan pembelajaran secara lebih efektif dan efisien.
1.
Apa itu landasan
Filsafat?
2.
Apa itu landasan
Psikologis?
3.
Apa itu landasan
Sosiologis?
4.
Apa itu landasan
IPTEK?
1.
Untuk mengetahui
apa itu landasan Filsafat.
2.
Untuk mengetahui
apa itu Psikologis.
3.
Untuk mengetahui
apa itu landasan Sosiologis.
4.
Untuk mengetahui
apa itu lndasan IPTEK.
1.
Pengertian
Istilah
filsafat berasal dari bahasa Inggris ‘phylosophy’ yang berarti cinta
kebijaksanaan. Sedangkan secara opereasional, filsafat mengandung dua pengertian, yaitu filsafat
sebagai proses (berfilsafat) dan sebagai hasil berfilsafat (sistem teori atau
pemikiran (Tim Dosen MKDP Landasan Pendidikan, 2011: 77-78).
Ada
beberapa beberapa bentuk filsafat yang punya hubungan lebih erat dengan
pendidikan yaitu :
·
Metafisika : yaitu
filsafat yang membahas tentang segala yang di dalam alam ini.
·
Efistimologi:
yaitu filsafat yang membahas tentang suatu kebenaran.
·
Oksiologi: yaitu
filsafat yang membahas tentang nilaiFilsafat adalah merupakan sumber dari
berbagai ilmu pengetahuan
·
Humanologi.
Filsafat
membahas berbagai masalah yang dihadapi oleh manusia termasuk juga tentang
masalah- masalah pendidikan dan filsafat juga merupakan aplikasi dari pemikiran
– pemikiran filosof untuk memecahkan masalah- masalah pendidikan.Filsafat letak
jantung pendidikan, hal ini menjelaskan bahwa kurikulum merespon banyak
pertanyaan tentang bagaimana agar bisa lebih baik. Philosophy lies at the heart
of educational endeavor, this is perhaps more evedent in curriculum is a
response to the questionof how to live good life (John Dewey: 1916).
Landasan
filosofis memberikan arah pada semua keputusan dan tindakan manusia, karena
filsafat merupakan pandangan hidup, orang, masyarakat, dan bangsa. Dalam
pengembangan kurikulum senantiasa berpijak pada aliran filsafat tertentu,
sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang
dikembangkan.
Landasan
filosofis tidak akan lepas pengembangan kurikulum, untuk mencari sebuah solusi
dalam menghadapi tantangan di masa yang akan datang. Dengan landasan filosofis
suatu kurikulum akan lebih mudah di kembangkan
2.
Manfaat Filsafat
Pendidikan
Menurut
Nasution (1982) ada beberapa manfaat filsafat pendidikan, yaitu:
a.
Filsafat
pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak melalui
pendidikan di sekolah.
b.
Dengan adanya
tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat
gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai.
c.
Filsafat dan
tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan.
d.
Tujuan pendidikan
memungkinkan si pendidik menilai usahanya, hingga manakah tujuan itu tercapai.
e.
Tujuan pendidikan
memberikan motivasi atau dorongan bagi kegiatan-kegiatan pendidikan.
3.
Filsafat dan
Tujuan Pendidikan
Pandangan-pandangan
filsafat sangat dibutuhkan dalam
pendidikan, terutama dalam menentukan
arah dan tujuan pendidikan. Filsafat
akan menentukan arah ke mana peserta didik akan dibawa. Untuk itu harus ada
kejelasan tentang pandangan hidup manusia atau tentang hidup dan
eksistensinya.Filsafat atau pandangan
hidup yang dianut oleh suatu bangsa atau
kelompok masyarakat tertentu atau bahkan yang dianut oleh perorangan akan
sangat mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Sedangkan tujuan
pendidikan sendiri pada dasarnya merupakan rumusan yang komprehensif mengenai
apa yang seharusnya dicapai.
Sistem
nilai atau filsafat yang dianut oleh suatu komunitas akan memiliki keterkaitan
yang sangat erat dengan rumusan tujuan pendidikan yang dihasilkannya. Dengan
kata lain, filsafat suatu negara tidak bisa dipungkiri akan mempengaruhi tujuan
pendidikan di negara tersebut. Oleh karena itu, tujuan pendidikan di suatu
negara akan berbeda dengan tujuan pendidikan di negara lainnya, sebagai
implikasi dari adanya perbedaan filsafat yang dianutnya.
Tujuan
Pendidikan Nasional Indonesia bersumber pada pandangan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara yaitu Pancasila. Ini berarti bahwa pendidikan di Indonesia
harus membawa peserta didik agar menjadi manusia yang ber-Pancasila. Dengan
kata lain, landasan dan arah yang ingin diwujudkan oleh pendidikan di Indonesia
adalah yang sesuai dengan kandungan falsafah Pancasila itu sendiri.
Nilai-nilai
filsafat Pancasila yang dianut bangsa Indonesia dicerminkan dalam rumusan
tujuan pendidikan nasional seperti tertuang
dalam UU No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional , yaitu: Pendidikan nasional berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab (Pasal 2 dan 3). Dalam rumusan tujuan pendidikan
nasional tersebut, tersurat dan tersirat nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan
Pancasila.
4.
Kurikulum dan
Filsafat Pendidikan
Kurikulum
pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Karena tujuan pendidikan sangat dipengaruhi
oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa, maka kurikulum yang
dikembangkan juga harus mencerminkan
falsafah atau pandangan hidup yang dianut oleh bangsa
tersebut. Oleh karena itu, terdapat hubungan yang sangat erat antara kurikulum
pendidikan di suatu negara dengan filsafat negara yang dianutnya.
5.
Aliran dan
Filsafat Pendidikan
Menurut
Redja Mudyahardjo (1989) terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat
besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya, dan pendidikan di
Indonesia pada khususnya, yaitu: Idealisme, Realisme, dan Pragmatisme. Redja
Mudyahardjo (2001) merangkum konsep-konsep ketiga aliran filsafat tersebut dan
implikasinya terhadap pendidikan
sebagai berikut:
a.
Idealisme
1)
Konsep-konsep
Filsafat
a)
Metafisika
(hakikat realitas): Realitas atau kenyataan yang sebenarnya bersifat spititual
atau rohaniah.
b)
Humanologi
(hakikat manusia): Jiwa dikaruniai kemampuan berpikir/rasional. Kemampuan berpikir menyebabkan adanya
kemampuan memilih.
c)
Epistemologi
(hakikat pengetahuan): Pengetahuan yang
benar diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali melalui berpikir. Kebenaran
hanya mungkin dapat dicapai oleh beberapa orang yang mempunyai akal pikiran yang cemerlang; sebagian besar
manusia hanya sampai pada tingkat pendapat.
d)
Aksiologi
(hakikat nilai): Kehidupan manusia
diatur oleh kewajiban moral yang diturunkan dari pandangan tentang kenyataan
atau metafisika. Hakikat nilai bersifat absolut/mutlak.
2)
Konsep-konsep
Pendidikan
a)
Tujuan pendidikan: Tujuan-tujuan pendidikan formal
dan informal, pertama-tama adalah pembentukan karakter, dan kemudian tertuju
pada pengembangan bakat dan kebajikan sosial.
b)
Isi pendidikan:
Pengembangan kemampuan berpikir melalui
pendidikan liberal atau pendidikan umum, penyiapan keterampilan bekerja sesuatu
mata pencaharian melalui pendidikan praktis.
c)
Metode pendidikan: Metode pendidikan yang disusun
adalah metode dialektik/dialogik, meskipun demikian setiap metode yang efektif
mendorong belajar data diterima (eklektif). Cnderung mengabaikan dasar-dasar
fisiologis dalam belajar.
d)
Peranan peserta didik dan pendidik: Peserta didik bebas mengembangkan bakat dan kepribadiannya.
Pendidik bekerja sama dengan alam dalam proses pengembangan kemampuan ilmiah.
Tugas utama pendidik adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan peserta
didik dapat belajar secara efisien dan efektif.
b.
Realisme
1)
Konsep-konsep
Filsafat
a)
Metafisika
(hakikat realitas): Realitas atau kenyataan yang sebenarnya bersifat fisik atau
materi.
b)
Humanologi
(hakikat manusia): Hakikat manusia
terletak pada apa yang dapat dikerjakannya. Jiwa merupakan sebuah organisme
yang sangat kompleks yang mempunyai kemampuan berpikir. Manusia mungkin
mempunyai kebebasan atau tidak mempunyai kebebasan.
c)
Epistemologi
(hakikat pengetahuan): Pengetahuan diperoleh melalui penginderaan dengan
menggunakan pikiran. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan memeriksa
kesesuaiannya dengan fakta. Aksiologi (hakikat nilai): Tingkah laku manusia
diatur oleh hukum alam yang diperoleh melalui ilmu; dan pada taraf yang lebih
rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat yang telah teruji
dalam kehidupan.
2)
Konsep-konsep
Pendidikan
a.
Tujuan pendidikan: Tujuan pendidikan adalah
dapatmenyesuaikan diri secara tepat dalam hidup dan dapat melaksanakan tanggung
jawab social
b.
Isi pendidikan:
Isi pendidikan adalah kurikulum komprehensif yang berisi semua pengetahuan yang
berguna bagi penyesuaian diri dalam hidup dan tanggung jawab sosial. Kurikulum
berisi unsure-unsur pendidikan liberal/pendidikan umum untuk mengembangkan
kemmapuan berpikir, dan pendidikan praktis untuk kepentingan bekerja.
c.
Metode pendidikan
didasarkan pada pengalaman langsung maupu tidak langsung. Metode mengajar
hendaknya bersifat logis, bertahap atau berurutan. Pembiasaan merupakan sebuah
metode pokok yang dipergunakan oleh penganut realism.
d.
Peranan
peserta didik dan pendidik: Dalam hubungannya dengan
pembelajaran, peranan peserta didik adalah menguasai pengetahuan yang dapat
berubah-ubah. Peserta didik perlu mempunyai disiplin mental dan moral untuk
setiap tingkat kebajikan. Peranan pendidik
adalah menguasai pengetahuan, terampil
dan teknik mendidik, dan
memiliki kewenangan untuk mencapai hasil
pendidikan yang dibebankan kepadanya.
e.
Pragmatisme
·
Konsep-konsep
Filsafat
a.
Metafisika
(hakikat realitas): Suatu teori umum
tentang kenyataan tidak mungkin dan tidak perlu. Kenyataan yang sebenarnya adalah
kenyataan fisik. Segala sesuatu dalam alam dan kehidupan adalah berubah
(becoming).
b.
Humanologi
(hakikat manusia): Manusia adalah hasil
evolusi biologis, psikologis dan sosial.
Ini berarti setiap manusia tumbuh secara berangsur-angsur mencapai kemampuan-kemampuan
biologis, psikologis, dan sosial.
c.
Epistemologi
(hakikat pengetahuan): Pengetahuan
bersifat relatif dan terus berkembang. Pengetahuan yang benar adalah yang
ternyata berguna bagi kehidupan.
d.
Aksiologi
(hakikat nilai): Ukuran tingkah laku perorangan
dan sosial ditentukan secara eksperimental dalam pengalaman-pengalaman hidup.
Ini berarti tidak ada nilai yang
absolut.
·
Konsep-konsep
Pendidikan
a.
Tujuan pendidikan:
Tujuan pendidikan adalah memperoleh pengalaman yang berguna untuk memecahkan
masalah-masalah baru dalam kehidupan perorangan dan masyarakat. Tujuan
pendidikan tidak ditentukan dari luar kegiatan pendidikan tetapi terdapat dalam
setiap proses pendidikan. Dengan demikian tujuan pendidikan adalah pertumbuhan
sepanjang hidup.
b.
Isi pendidikan:
Isi pendidikan adalah kurikulum berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji
serta minat-minat dan
kebutuhan-kebutuhan anak, dan pendidikan liberal yang menghilangkan pemisahan
antara pndidikan umum dengan pendidikan praktis/vokasional.
c.
Metode pendidikan:
Berpikir reflektif atau metode pemecahan masalah merupakan metode utamanya,
terdiri atas langkah-langkah: Penyadaran suatu masalah, observasi
kondisi-kondisi yang ada, perumusan dan elaborasi tentang suatu kesimpulan, Pengetesan melalui suatu eksperimen.
Peranan
peserta didik dan pendidik: Peserta didik adalah sebuah organisme yang rumit
yang mampu tumbuh.Peranan
pendidik adalah mengawasi dan membimbing pengalaman belajar tanpa
terlampau banyak mencampuri urusan minat dan kebutuhan peserta didik.
Penerapan
landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum, tiada lain agar upaya
pendidikan yang dilakukan dapat menyesuaikan dari segi materi atau bahan yang
harus disampaikan, penyesuaian dari segi proses penyampaian atau pembelajarannya,
dan penyesuaian dari unsur-unsur upaya pendidikan lainnya.
1.
Perkembangan
Peserta Didik dan Kurikulum
Anak
sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikan-keunikan, seperti pernyataan
dirinya dalam bentuk tangisan atau gerakan-gerakan tertentu. Hal ini memberikan
gambaran bahwa sebenarnya sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk
berkembang. Bagi aliran yang sangat percaya dengan kondisi tersebut sering
menganggap anak sebagai orang dewasa dalam bentuk kecil. J.J.Rousseau, seorang
ahli pendidikan bangsa Perancis, termasuk yang fanatik berpandangan seperti
itu. Dewasa dalam bentuk kecil mengandung makna bahwa anak itu belum sepenuhya
memiliki potensi yang diperlukan bagi penyesuaian diri terhadap lingkungannya,
ia masih memerlukan bantuan untuk berkembang ke arah kedewasaan yang sempurna
Rousseau memberi tekanan kepada kebebasan berkembang secara mulus menjadi orang
dewasa yang diharapkan.
Pendapat
lain mengatakan bahwa perkembangan anak itu adalah hasil dari pengaruh
lingkungan. Anak dianggap sebagai kertas putih, di mana orang-orang di
sekelilingnya dapat bebas menulis kertas tersebut. Pandangan ini bertentangan
dengan pandangan di atas, di mana justru aspek-aspek di luar anak/lingkungannya
lebih banyak mempengaruhi perkembangan anak menjadi individu yang dewasa.
Pandangan ini sering disebut teori Tabularasa dengan tokohnya yaitu John Locke.
Selain
kedua pandangan tersebut, terdapat pandangan yang menyebutkan bahwa
perkembangan anak itu merupakan hasil perpaduan antara pembawaan dan
lingkungan. Aliran ini mengakui akan kodrat manusia yang memiliki potensi sejak
lahir, namun potensi ini akan berkembang menjadi baik dan sempurna berkat
pengaruh lingkungan. Aliran ini disebut aliran konvergensi dengan tokohnya
yaitu William Stern. Pandangan yang terakhir ini dikembangkan lagi oleh
Havighurst dengan teorinya tentang tugas-tugas perkembangan (developmental tasks).
Tugas-tugas perkembangan yang dimaksud adalah tugas yang secara nyata harus
dipenuhi oleh setiap anak/individu sesuai dengan taraf/tingkat perkembangan
yang dituntut oleh lingkungannya. Apabila tugas-tugas itu tidak terpenuhi, maka
pada taraf perkembangan berikutnya anak/individu tersebut akan mengalami
masalah.
Melalui
tugas-tugas ini, anak akan berkembang dengan baik dan beroperasi secara
kumulatif dari yang sederhana menuju ke arah yang lebih kompleks. Namun
demikian, objek penelitian yang dilakukan oleh Havighurst adalah anak-anak
Amerika, jadi kebenarannya masih perlu diteliti dan dikaji dengan cermat
disesuaikan dengan anak-anak Indonesia yang memiliki kondisi lingkungan yang
berbeda. Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh
terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi
tersendiri, memiliki perbedaan disamping persamaannya. Implikasi dari hal
tersebut terhadap pengembangan kurikulum yaitu :
1)
Setiap anak diberi
kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan kebutuhannya.
2)
Di samping
disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib dipelajari
setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran pilihan yang sesuai dengan
minat anak.
3)
Kurikulum
disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan
ajar yang bersifat akademik. Bagi anak yang berbakat di bidang akademik diberi
kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.
4)
Kurikulum memuat
tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan keterampilan yang
menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.
Implikasi
lain dari pengetahuan tentang anak terhadap proses pembelajaran (actual
curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut :
1)
Tujuan
pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat kepada perubahan
tingkah laku peserta didik.
2)
Bahan/materi yang
diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian anak, bahan tersebut
mudah diterima oleh anak.
3)
Strategi belajar
mengajar yang digunakan harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
4)
Media yang dipakai
senantiasa dapat menarik perhatian dan minat anak.
5)
Sistem evaluasi
berpadu dalam satu kesatuan yang menyekuruh dan berkesinambungan dari satu
tahap ke tahap yang lainnya dan dijalankan secara terus menerus.
2.
Psikologi Belajar
dan Kurikulum
Psikologi
belajar merupakan suatu cabang bagaimana individu belajar. Belajar bisa
diartikan sebagai perubahan perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Segala
perubahan perilaku baik yang berbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotor dan
terjadi karena prosespengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar.
Perubahan-perubahan perilaku yang terjadi secara insting atau terjadi karena
kematangan, atau perilaku yang terjadi secara kebetulan, tidak termasuk belajar.
Mengetahui tentang psikologi/teori belajar merupakan bekal bagi para guru dalam
tugas pokoknya yaitu pembelajaran anak.
Psikologi
atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam
tiga rumpun, yaitu : Teori Disiplin Mental atau Teori Daya (Faculty Theory),
Behaviorisme, dan Organismik atau kognitif Gestalt Field.
1)
Menurut Teori Daya
(Disiplin Mental)
Menurut
teori ini, sejak kelahirannya anak/individu telah memiliki otensi-potensi atau
daya-daya tertentu (faculties) yang masing-masing memiliki fungsi tertentu,
seperti potensi/daya mengingat, daya berfikir, daya mencurahkan pendapat, daya
mengamati, daya memecahkan masalah, dan daya-daya lainnya. Daya-daya tersebut
dapat dilatih agar dapat berfungsi dengan baik. Daya-daya yang telah terlatih
dapat dipindahkan dalam pembentukan daya-daya lain. Pemindahan (transfer) ini
mutlak dilakukan melalui latihan (drill), karena itu pengertian mengajar
menurut teori ini adalah melatih peserta didik dalam daya-daya itu, cara
mempelajarinya pada umumnya melalui hapalan dan latihan.
2)
Teori Behaviorisme
Rumpun
teori ini mencakup tiga teori, yaitu koneksionisme atau teori asosiasi, teori
kondisioning, dan teori reinforcement (operant conditioning). Behaviorisme
berangkat dari asumsi bahwa individu tidak membawa potensi sejak lahir.
Perkembangan individu ditentukan oleh lingkungan (keluarga, sekolah,
masyarakat). Teori ini tidak mengakui sesuatu yang sifatnya mental,
perkembangan anak menyangkut hal-hal nyata yang dapat dilihat dan diamati.
Teori Asosiasi adalah teori yang awal dari rumpun Behaviorisme. Menurut teori
ini kehidupan tunduk kepada hokum stimulus-respon atau aksi-reaksi. Belajar
merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus-respon sebanyak-banyaknya.
3)
Teori Organismik
(Gestalt)
Teori
ini mengacu pada pengertian bahwa keseluruhan lebih bermakna daripada
bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap
sebagai makhluk organism yang melakukan hubungan timbale balik dengan
lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon.
Menurut teori ini, Stimulus yang hadir itu diseleksi menurut tujuannya,
kemudian individu melakukan interaksi dengannya dan seterusnya terjadi
perbuatan belajar. Disini peran guru adalah sebagai pembimbing bukan penyampai
pengetahuan, siswa berperan sebagai pengelola bahan pelajaran.
Belajar
menurut teori ini bukanlah menghapal akan tetapi memecahkan masalah, dan metoda
belajar yang dipakai adalah metoda ilmiah dengan cara anak dihadapkan pada
berbagai permasalahan, merumuskan hipotesis atau praduga, mengumpulkan data
yang diperlukan untuk memecahkan masalah, menguji hipotesis yang telah
dirumuskan, dan pada akhirnya para siswa dibimbing untuk menarik
kesimpulan-kesimpulan. Teori ini banyak mempengaruhi praktek pengajaran di
sekolah karena memiliki prinsip sebagai berikut :
·
Belajar
berdasarkan keseluruhan
·
Belajar adalah
pembentukan kepribadian
·
Belajar berkat
pemahaman
·
Belajar
berdasarkan Pengalaman
·
Belajar adalah
suatu proses perkembangan
·
Belajar adalah
proses berkelanjutan
Landasan
sosiologis pengembangan kuikulum adalah asumsi – asumsi yang berasal dari
sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Perkembangan
kurikulum harus mengacu pada landasan sosiologis dikarenakan anak-anak yang
berasal dari masyarakat mendapatkan pendidikan baik formal, informal, maupun
non foral dalam lingkungan masyarakat, dan diarahkan agar mampu terjun dalam
kehidupan bermasyarakat. Karena itu kehidupan masyarakat dan budaya dengan
segala karakterisasinya harus menjadi landasan dan titik tolak dalam
melaksanakan pendidikan.
Apabila
dipandang dari sosiologinya, pendidikan adalah suatu proses mempersiapkan
individu agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan, pendidikan adalah
proses sosialisasi, dan berdasarkan pandangan antrofologi , pendidikan adalah
‘enkulturasi’atau pembudayaan. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (1997:58) bahwa
‘Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang lain
dan asing terhadap masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu, mengerti,
dan mampu membangun masyarakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses
pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik kekayaan, dan
perkembangan masyarakat tersebut’ . kurikulum harus mampu memfasilitasi peserta
didik agar mereka mampu bekerja sama, berinteraksi, menyesuaikan diri dengan
kehidupan di masyarakat dan mampu meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai
makhluk yang berbudaya.
1.
Masyarakat Dan
Kurikulum
Masyarakat
adalah suatu kelompok individu yang diorganisasikan sendiri ke dalam
kelompok-kelompok yang berbeda, atau suatu kelompok individu yang terorganisir
yang berpikir tentang dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau
masyarakat lainnya. Setiap masyarakat memiliki kebudayaannya sendiri-sendiri
sehingga yang membedakan satu sama lainnya adalah kebudayaan. Hal ini mempunyai
implikasi bahwa apa yang terjadi keyakinan pemikiran seseorang. Dan reaksi
seseorang terhadap lingkungannya sangat tergantung kepada kebudayaa dimana ia
hidup.
Menurut
Daud Yususf (1982), terdapat tiga sumber nilai yang ada dalam masyarakat untuk
dikembangkan melalui proses pendidikan, yaitu (1) logika adalah aspek
pengetahuan dan penalaran, (2) estetika yang berkaitan dengan aspek emosi atau
perasaan, dan (3) etika yang berkaitan dengan aspek nilai. Ilmu pengetahuan dan
kebudayaan adalah nilai-nilai yang bersumber pada logika (pikiran). Sebgai
akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada hakikatnya adalah
hasil kebudayaan manusia, maka kehidupan manusia semakin luas, semakin
meningkat sehingga tuntutan hidup pun semakin tinggi.
Pendidikan
harus mengantisipasi tuntutan hidup ini sehingga dapat mempersiapkan anak didik
untuk hidup wajar sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat dan dalam
konteks ini kurikulum harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan tersebut
dengan memenuhi dari segi kurikulum, segi pendekatan dan strategi
pelaksanaannya, oelh karena itu guru sebagai pembina dan pelaksana kurikulum
dituntut lebih peka mengantisipasi perkembangan masyarakat, agar apa yang
diberikan kepada siswa relevan dan berguna bagi kehidupan siswa di masyarakat.
Penerapan
teori, prinsip, hukum dan konsep-konsep yang terdapat dalam semua ilmu
pengetahuan yang ada dalam kurikulum harus disesuaikan dengan kondisi sosial
budaya masyarakat setempat, sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa
lebih bermakna dalma hidupnya. Tyler (1946), Taba (1963), Tanner dan Tanner
(1984) menyatakan bahwa tuntutan masyarakat adalah salah satu dasar dalam
pengembangan kurikulum. Calhoun, Light, dan Keller (1997) memaparkan tujuan
fungsi sosial pendidikan, yaitu :
a.
Mengajar
keterampilan
b.
Mentransmisikan
budaya
c.
Mendorong adaptasi
lingkungan
d.
Membentuk
kedisiplinan
e.
Mendorong bekerja
berkelompok
f.
Meningkatkan
perilaku etika, dan
g.
Memilih bakat dan
memberi penghargaan prestasi
Perubahan
sosial budaya, perkembangan ilu pengetahuan dan teknologi dalam suatu
masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung akan mengubah kebutuhan
masyarakat. Kebutuhan masyarakat juga dipengaruhi oleh kondisi masyarakat itu
sendiri. Masyarakat kota berbeda dengan masyarakat desa, masyarakat tradisional
berbeda dengan masyarakat modern. Karena itu sangatlah penting memperhatikan
faktor karakteristik masyarakat dalam pengembangan kurikulum. Perkembangan
masyarakat dipengaruhi oleh falsafah hidup, nilai-nilai IPTEK, dan kebutuhan
yang ada dalam masyarakat. Perkembangan masyarakat menuntut tersedianya proses
pendidikan yang relevan dan agar tercipta proses pendidikan yang sesuai
diperlukan kurikulum yang landasan pengembangannya memperhatikan faktor
perkembangan masyarakat.
2.
Kebudayaan Dan
Kurikulum
Kebudayaan
dapat diartikan sebagai keseluruhan ide atau gagasan, cita-cita, pengetahuan,
kepercayaan, cara berpikir, kesenian, dan nnilai yang telah disepakati oleh
masyarakat. Daoed Yusuf (1981) mendefinisikan kebudayaan sebagai segenap
perwujuda dan keseluruhan hasil pikiran (logika), kemauan (etika) serta
perasaan (estetika) manusia dalam rangka perkembangan kepribadian mansia,
perkembangan hubungan dengan manusia, hubungna manusia dengan alam, dan
hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Kebudayaan diwujudkan dalam tiga
gejala :
1.
Ide, konsep,
gagasan, nilai, norma, peraturan, dan lain-lain. Wujud kebudayaan ini bersifat
abstrak yang erada dalam alam pikiran manusia dan warga masyarakat di tempat
kebudayaan itu berada
2.
Kegiatan, yaitu
tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat dan disebut sistem sosial,
dimana aktivitas mausia bersifat konkrit, bisa dilihat, dan diobservasi.
Tindakan berpola manusia tetu didasarkan oleh wujud kebudayaan yang pertama.
Artinya, sistem sosial dalam bentuk aktivitas manusia yang merupakan refleksi
dari ide, konsep, gagasan, nilai, dan norma yang telah dimilikinya
3.
Benda hasil karya
manusia. Wujud kebudayaan yang ketiga ini ialah seluruh fisik perbuatan atau
hasil karya manusia di masyarakat. Oleh karena itu wujud kebudayaan yang ketida
ini adalah produk dari wujud kebudayaan yang pertama dan kedua
Faktor
kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan
pertimbangan :
1.
Individu lahir
tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan,
keterampilan, dan sebagainya. Dan hal tersebut dapat diperoleh individu melalui
interaksi dengan lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar, dan
sekolah/lembaga pendidikan. Maka sekolah/lembaga pendidikan mempunyai tugas
khusus untuk memberikan pengalaman kepada para peserta didik dengan salah satu
alat yang disebut kurikulum
2.
Kurikulum pada
dasarnya harus mengakomodasi aspek-aspek sosial dan budaya. Aspek sosiologis
adalah yang berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yang sangat beragam,
seprti masyarakat industri, pertanian, nelayan, dan sebagainya. Pendidikan di
sekolah pada dasarnya bertujuan mendidik anggota masyarakat agar dapat hidup
berintegrasi, berinteraksi dan beradaptasi dengan anggota masyarakat lainnya
serta meningkatkan kualitas hidupnya sebagai makhluk berbudaya. Hal ini membawa
implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuan
pendidikan harus bermuatan kebudayaan yang bersifat umum seperti : nilai-nilai,
sikap-sikap, pengetahuan, dan kecakapan.
Pendidikan
beruatan kebudayaan khusus untuk aspek-aspek kehidupan tertentu dan berkenaan
dengan kelompok yang sifatnya vokasional.
Indonesia
memiliki ciri khas mengenai adat istiadat yang beragam dari setiap wilayahnya.
Keanekaragaman tersebut bukan hanya dalam kebudayaan tetapi juga kondisi alam
dan lingkungan sosialnya dan hal tersebut harus dilestarikan dan dikembnagkan
melalui upaya pendidikan. Dari kenyataan tersebut, maka pengembangan kuruikulum
sekolah mengakomodasi unsur-unsur lingkungan yang menjadi dasar dala menetapkan
materi kurikulum muatan lokal. Dan gagasan pemerintah untuk melestarikan
pengembangan kurikulum muatan lokal tersebut dimulai pada sekolah dasar, telah
diwujudkan dalam keputusan Menter Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0412/U/1987
Tanggal 11 Juli 1987 tentang Penerapan Muatan Lokal Sekolah Dasar kemudian
disusul dengan penjabaran pelaksanaannya dalam keputusan Direktur Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah No. 173/C/Kep/M/1987 Tanggal 7 Oktober 1987.
Mnedikbud menyatakan : ‘Dalam hal ini harus diingat bahwa adanya muatan lokal
dalam kurikulum bukan bertujuan agar anak terjerat dalam lingkungannya
semata-mata. Semua anak berhak mendapatkan kesempatan guna lebih terlibat dalam
mobilitas yang melampaui batas lingkungannya sendiri’ 9Umar Tirtarahardja dan
Ia Sula, 2000:274).
Muatan
lokal adalah pendidikan yang isi dan media penyapaiannya dikaitkan dengan
lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya serta kebutuhan
daerah. Yang dimaksud isi adalah materi pelajaran atau bahan ajar yang dipilih
dari lingkungan dan dijadikan program untuk dipelajari siswa di bawah bimbingan
guru. Media penyampaian adalah metode dan berbagai alat bantu pembelajaran yang
digunakan dalam menyajikan isi muatan lokal yang diambil dari menggunakan
sumber lingkungan yang dekat dengan kehidupan peserta didik.
Contoh
kurikulum muatan lokal yang saat ini sudah dilaksanakan di sebagian besar
sekolah adalah mata pelajaran keterampilan, kesenian, dan bahasa daerah.
Tujuan
pengembangan kurikulum muatan lokal dapat dilihat dari kepentingan nasional dan
kepentingan peserta didik. Dalam hubungannya dengan kepentingan nasional muatan
lokal bertujuan :
a.
Melestarikan dan
mengembangkan kebudayaan yang khas daerah.
b.
Mengubah nilai dan
sikap masyarakat terhadap lingkungan ke arah yang positif.
Jika
dillihat dari sudut kepentingan peserta didik pengembangan kurikulum uatan
lokal bertujuan :
a.
Meningkatkan
pemahaman peserta didik terhadap lingkungannya (lingkungan alam, sosial, dan
budaya).
b.
Mengakrabkan
peserta didik dengan lingkungannya sehingga mereka tidak asing dengan
lingkungannya.
c.
Menerapkan
pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari untuk memecahkan masalah yang
ditemukan di lingkungan sekitarnya.
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi membawa manusia pada masa yang berbeda dengan
masa sebelumnya, bahkan masa yang tidak pernah terbayangkan di masa lalu.
Munculnya hasil-hasil teknologi seperti hasil teknologi transportasi, yang
bukan hanya menyebabkan manusia bisa menjelajah dunia, bahkan hingga luar
angkasa. Demikian juga kemajuan dalam teknologi informasi dan komunikasi, yang
memungkinkan manusia untuk mengetahui informasi dari berbagai belahan dunia
dalam waktu singkat. Namun demikian, kemajuan tersebut tidak hanya memunculkan
dampak positif, bersamaan dengan itu muncul pula berbagai dampak negatif
kemajuan teknologi yang sering membuat cemas.
Munculnya
permasalahan-permasalahan tersebut menyebabkan tugas-tugas pendidikan yang
diemban sekolah menjadi kian kompleks. Tugas sekolah menjadi semakin berat, dan
kadang-kadang tidak mampu lagi melaksanakan semua tuntutan masyarakat. Bahkan
seiring dengan kemajuan zaman, tugas-tugas yang dahulu bukan menjadi tanggung
jawab sekolah kini menjadi tugas sekolah. Sekolah tidak hanya bertugas
menanamkan dan mewariskan ilmu pengetahuan, tetapi juga harus memberi
keterampilan, juga harus menanamkan budi pekerti dan nilai-nilai.
Dengan
tugas dan tanggung pendidikan yang demikian berat, kurikulum sebagai alat
pendidikan, harus selalu diperbarui menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi
baik isi maupun prosesnya, mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang demikian cepat. Pendidikan merupakan usaha menyiapkan anak didik
agar siap menghadapi lingkungan yang senantiasa mengalami perubahan. Kita
maklumi bersama bahwa perubahan tersebut berjalan dengan pesat. Pendidikan
adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran dan atau latihan, serta membekali anak didik dengan ilmu pengetahuan
guna perannya di masa datang. Sementara itu teknologi adalah aplikasi dari ilmu
pengetahuan ilmiah dan ilmu-ilmu lainnya untuk memecahkan masalah-maslaah
praktis. Dengan demikian Ilmu dan teknologi tidak bisa dipisahkan. Ilmu
pengetahuan dan teknologi berkembang teramat pesat seiring lajunya perkembangan
masyarakat.
IPTEK
dimiliki seluruh bangsa, dan senantiasa berkembang mengikuti perkembangan masyarakatnya.
Perkembangan IPTEK memiliki pengaruh yang cukup luas, meliputi segala bidang
kehidupan. Dalam bidang pendidikan, perkembangan teknologi industri mempunyai
hubungan timbal balik dengan pendidikan. Industri dengan teknologi maju
memroduksi berbagai macam alat-alat dan bahan yang secara langsung atau tidak
langsung dibutuhkan dalam pendidikan. Sebaliknya kegiatan pendidikan
membutuhkan dukungan dari penggunakan alat-alat yang dibutuhkan untuk menunjang
pelaksanaan program pendidikan, apalagi di saat perkembangan produk teknologi
komunikasi yang semakin canggih, tentu menuntut pengetahuan dan keterampilan
yang perlu dikuasai oleh anak didik untuk mendapatkan informasi berkaitan
dengan program yang harus dilaluinya.
Mengingat
pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan, di sisi lain
perubahan masyarakat termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan teknologi
yang semakin pesat, maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan IPTEK.
Perhatian
terhadap IPTEK sebagai landasan kurikulum, secara langsung adalah dengan
menjadikannya isi/materi pendidikan. Sedangkan secara tidak langsung memberikan
kepada pendidikan untuk membekali masyarakat dengan kemampuan untuk menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi guna menyelesaikan persoalan hidupnya. Khususnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan untuk memecahkan
masalah pendidikan. Pendidikan pada dasarnya adalah bersifat normatif, dengan
demikian perubahan nilai-nilai yang diakibatkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi perlu diarahkan agar bisa menuju pada perubahan yang bersifat
positif. Oleh karena itu pengembangan kurikulum harus senantiasa menjadikan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasannya, sehingga
menghasilkan kurikulum yang memiliki kekuatan, dan juga bisa mengembangkan dan
melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi demi lebih memajukan peradaban
manusia. Para pengembang kurikulum, termasuk di dalamnya guru-guru, harus
memahami perubahan tersebut, agar isi dan strategi yang dikembangkan dalam
kurikulum tidak menjadi usang, atau ketinggalan zaman.
Kurikulum
sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang strategis, karena
seluruh kegiatan pendidikan bermuara kepada kurikulum. Begitu pentingnya
kurikulum sebagaimana sentra kegiatan pendidikan, maka didalam penyusunannya
memerlukan landasan atau fondasi yang kuat, melalui pemikiran dan penelitian
secara mendalam
Dari
setiap landasan pengembangan kurikulum yang telah dibahas dalam makalah ini,
maka dapat disimpulkan bahwa begitu pentingnya suatu landasan dalam sebuah
kurikulum, karena kurikulum adalah sebuah rencana pendidikan, diperlukan
landasan yang sangat akurat. Agar nantinya bisa membantu dalam pengembangan dan
kemajuan proses pendidikan serta tujuan pendidikan yang sebenarnya.
Oleh
karena itu landasan yang digunakan untuk mengembangkankan kurikulum harus
dicari dengan seleksi yang ketat agar menghasilkan landasan yang kuat dan
tepat. Pemahaman dan cara implementasi yang tepat adalah awal yang baik untuk
menajalankan kurikulum. Karena kerugian
pendidikan sangat besar jika kurikulum tersebut tidak dilakukan dengan
baik. Peran kurikulum ini sangat berpengaruh, jadi dibutuhkan landasan yang
kokoh dan kuat serta implementasinya yang tepat.
Sebaiknya
peserta didik diberi informasi mengenai landasan-landasan dalam pengembangan
kurikulum. Landasan-landasan kurikulum ini sangat penting dalam pengembangan
kurikulum karena tanpa landasan-landasan tersebut isi kurikulum akan kurang
relevan jika dikaitkan dengan kehidupan nyata. Peserta didik jangan diberikan
bentuk kurikulum saja namun harus mengetahui isi kurikulum, landasan-landasan
pengembangan kurikulum serta komponen-komponen kurikulum yang sesungguhnya akan
sangat berguna bagi peserta didik dalam kehidupan bermasyarakat atau
kehidupannya yang nyata kelak.
Musthofa, Zaeni. 2012. Landasan IPTEK
Pengembangan Kurikulum. [Online]. Tersedia: http://willzen.blogspot.com/2012/01/landasan-iptek-pengembangan-kurikulum.html ( 25 Februari 2013).
Prasetya, Sukma Perdana. 2012. Landasan
Kurikulum. [Online]. Tersedia: http://geo.fis.unesa.ac.id/web/index.php/en/kajian-kurikulum/108-landasan-kurikulum ( 25
Februari 2013).
Mukrima, Syifa. (2012). Landasan Pengembangan Kurikulum. [Online]. Tersedia: http://www.slideshare.net/SyifaMukrimaa/landasan-pengembangan-kurikulum-15129959 (7 Pebruari
2013)
Rudi, Fedelis. (2013). Landasan Sosiologi, Ilmu Pengetahuan Dan teknologi Dalam
Pengembangan Kurikulum. [Online]. Tersedia: http://fedelisrudi.blogspot.com/2013/01/landasan-sosiologis-ilmu-pengetahuan.html
(7 Pebruari 2013)
Masitoh. (2012). Landasan Kurikulum. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/browse.php?dir=Direktori/FIP/JUR._KURIKULUM_DAN_TEK._PENDIDIKAN/194806261980112-MASITOH/ (7 Pebruari 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar